Penerapan Knowledge Management di Organisasi

Pendahuluan

Carl Davidson dan Philip Voss (2003) mengatakan bahwa mengelola knowledge sebenarnya merupakan cara bagaimana organisasi mengelola karyawan mereka, identifikasi pengetahuan yang dimiliki karyawan, menyimpan dan membagi di tim, meningkatkan dan terjadi inovasi. Sebenarnya knowledge management adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai saling bicara, yang sekarang populer dengan label learning organization.
Untuk membangun organisasi yang berbasis knowledge, maka memerlukan empat fungsi yaitu : using knowledge, finding knowledge, creating knowledge, dan packaging knowledge yang akan membentuk suatu knowledge untuk menjawab pertanyaan mengenai know-how, know-what, dan know-why, serta menumbuhkan kreatifitas yang ditumbuhkan oleh dirinya sendiri (self-motivated creativity), tacit pribadi (personal tacit), tacit yang membudaya (culture tacit), tacit organisasi (organizational tacit) dan asset peraturan (regulatory assests). Sekarang ini, asset terpenting dari suatu industri adalah knowledge, apalagi suatu lembaga pendidikan dan lembaga penelitian.

Untuk mencapai budaya institusi yang inovatif, maka upaya membangun knowledge sharing (berbagi knowledge) perlu dilakukan. Keuntungan dari orang yang berbagi knowledge adalah mereka mampu merespon kesempatan secara cepat sehingga inovasi dapat diciptakan dan bukan bersifat reinventing the wheel, agar mencapai sukses di dunia bisnis secara cepat dan biaya murah.
Pada kajian ini diharapkan ke empat fungsi tersebut di atas dapat diimplementasikan di organisasi dengan suatu kondisi tertentu dan fasilitas yang memadai untuk membangun organisasi berbasis pengetahuan

Penerapan KM di Organisasi

Membangun organisasi berbasis pengetahuan, termasuk kesiapan dan kualitas SDM (sumber daya manusia) sebagai kunci juga dengan harus membawa penyadaran untuk mengantisipasi kesiapan membangun organisasi berbasis pengetahuan yang menjadi prasyarat keunggulan persaingan abad 21 ini.
Kita tengah bergerak dari suatu masyarakat industrial (industrial society) ke suatu masyarakat knowledge ( knowledge society). Dimana sumber kekayaan bergeser dari modal ke knowledge dan jenis organisasi (organizational type) dari hierarki yang tajam (step hierarchy) menuju ke jejaringan manusia (human networking).

Manfaat

Adanya percobaan membagun organisasi berbasis pengetahuan (KBO) ini, maka sekaligus memberdayakan ke empat fungsi yaitu : using knowledge, finding knowledge, creating knowledge dan packaging knowledge yang akan diimplementasikan di organisasi, serta membangun budaya knowledge sharing di kalangan karyawan diharapkan dapat mendorong untuk berinovasi baik secara kelompok atau individu.

Relevansi Teori

Dalam buku yang ditulis oleh Von Krough, Ichiyo, serta Nonaka (2000), dan Chun Wei Choo (1998), disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian knowledge adalah sebagai berikut:

1. Knowledge merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (justified true believe);
2. Knowledge merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit);
3. Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut;
4. Penciptaan inovasi yang melibatkan lima langkah utama yaitu:
a. berbagi knowledge terpikirkan (tacit),
b. menciptakan konsep,
c. membenarkan konsep,
d. membangun prototype, dan
e. melakukan penyebaran knowledge tersebut.
Carl Davidson dan Philip Voss (2003) mengatakan bahwa mengelola knowledge sebenarnya merupakan cara bagaimana organisasi mengelola karyawan mereka dari pada berapa lama mereka menghabiskan waktu untuk teknologi informasi. Sebenarnya menurut mereka bahwa “knowledge management” adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang
berbeda mulai saling berbicara. Oleh karena itu, yang sekarang populer untuk digunakan adalah label informasi ekonomi seperti: e-commerce, learning organization, dan sebagainya.

Menurut David J. Skryme (dalam the 3Cs of knowledge sharing), bahwa salah satu tantangan knowledge management adalah menjadikan manusia berbagi knowledge mereka. Untuk menghadapi tantangan tersebut dia menyarankan tiga C yaitu :

1. Culture,

2. Co-opetition (menyatukan kerjasama dengan persaingan) dan

3. Commitment.

Perubahan budaya tidak mudah dan membutuhkan waktu, beberapa kegiatan yang mungkin digunakan untuk merencanakan dan mengenalkan perubahan yaitu: audit budaya, untuk menjawab tantangan dari perilaku “ yang tidak benar” , keterlibatan, menggunakan role mode, team building, reward dan mengubah manusia dengan memindahkan orang-orang dalam knowledge sharing.
Banyak organisasi belum atau tidak mengetahui potensi knowledge (knowledge + pengalaman) tersembunyi yang dimiliki oleh karyawannya. Mengapa demikian? Riset Delphi Group menunjukkan bahwa knowledge dalam oganisasi tersimpan dalam struktur :

-42 % dipikiran (otak) karyawan;
-26 % dokumen kertas;
-20 % dokumen elektronik;
-12% knowledge base elektronik.

Tacit knowledge sangat sulit dipindahkan kepada orang lain, karena knowledge tersebut tersimpan pada pikiran masing-masing individu dalam organisasi. Oleh karena itu, knowledge management ada untuk menjawab persoalan ini, yaitu proses mengubah tacit knowledge menjadi knowledge yang mudah dikomunikasikan dan mudah didokumentasikan, yang disebut explicit knowledge . Dokumentasi menjadi sangat penting dalam knowledge management, karena tanpa dokumentasi semuanya akan tetap menjadi tacit knowledge dan knowledge itu menjadi sulit untuk diakses oleh siapapun dan kapanpun dalam organisasi.

Penulis : Bambang Setiarso

Pemimpin Bidang Pengembangan di Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI

Reference :

http://www.skyrme.com/updates/u64fl.htm

Carl Davidson and Philip Voss (2003). Knowledge Management: An Introduction to creating • competitive advantage from intellectual capital. New Delhi: Vision Books.

About cheria

just ordinary people
This entry was posted in Case Study Knowledge Management, Knowledge Management. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *